Bulan Ramadhan adalah bulan yang dirindukan umat Islam di seluruh
penjuru dunia
Bulan Ramadhan
adalah bulan suci yang dirindukan kedatangannya oleh umat Islam di seluruh
penjuru dunia. Di bulan Ramadhan inilah Allah memberikan pahala yang berlipat
ganda atas berbagai amal kebajikan yang kita lakukan. Alangkah bahagianya kita
yang masih diberi kesempatan hidup di bulan suci ini. Karena tidak semua orang
bisa merasakan indahnya bulan Ramadhan jika ajal telah merenggutnya terlebih
dahulu sebelum bulan suci ini datang. Jadi berbahagialah umat Islam yang dapat
menemui bulan Ramadhan tahun ini, dan sudah selayaknya kita menjadikan bulan
suci Ramadhan sebagai sarana untuk meningkatkan iman dan takwa kita kepada
Allah SWT.
Ketika ujian sakit itu datang
Di bulan puasa ramadhan inilah Allah mewajibkan umat
Islam untuk berpuasa. Hal ini Allah perintahkan melalui firman-Nya dalam Qur’an
surat al-Baqarah ayat 183, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwq,” (QS. Al-Baqarah:183).
Adapun Kewajiban berpuasa tersebut diberikan kepada
orang-orang yang telah memenuhi syarat, diantaranya: Islam, Baligh, berakal,
mampu. Adapun orang yang sakit atau dalam perjalanan tidak diwajibkan berpuasa,
tetapi harus menggantinya di hari-hari yang lain. Hal ini sebagaimana firman
Allah dalam Qur’an surat al-Baqarah ayat 184, yang artinya: “Yaitu dalam
beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui. (QS. al-Baqarah:184).
Nikmatnya berpuasa dapat dirasakan ketika badan kita
sehat bugar. Namun siapa yang dapat menolak jika Allah tengah memberikan
karunia-Nya berupa rasa sakit di badan kita. Sebagaimana yang penulis rasakan dari
tiga hari sebelum puasa hingga hari ke 8 di bulan puasa. Tapi Allah masih
memberikan kasih sayang-Nya terhadap penulis, karena meskipun sakit penulis
tetap dapat menjalankan ibadah puasa dengan baik. Hanya ada satu hari di mana
penulis merasa begitu lemas dan muntah-muntah terus, sehingga penulis
memutuskan untuk berbuka di jam 10 siang. Penulis sadar bahwa kita tidak boleh
memaksakan diri ketika sudah merasa tak kuat lagi untuk berpuasa dikarenakan
sakit. Dan itu adalah bentuk kemudahan dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.
Berdo’a saat sakit
Sakit yang penulis rasakan merupakan sakit dengan waktu terlama
dibanding sebelumnya. Dulu penulis jarang sekali sakit, bahkan kalau sakit
paling lama hanya satu hari. Dulu tanpa disadari ada perasaan sombong kecil
yang menyelinap di hati penulis. Bahwa penulis tidak perlu merasa khawatir
dalam menjaga pola makanan, pola tidur, dan pola hidup. Karena penulis berfikir
penulis jarang sakit. Namun sebagaimana
pohon yang dulunya muda dan segar tentu akan layu dan terkena berbagai hama.
Sebagaimana batang yang tadinya kokoh pasti akan keropos juga. Begitulah yang
penulis rasakan. Dulu saat masih kanak-kanak dan remaja mungkin penulis bisa
melakukan banyak aktivitas tanpa merasakan kepayahan dan kelelahan yang
berarti. Tapi kini usia semakin bertambah, kekuatan fisik seseorang tentu akan
berkurang dan tak sebugar dulu. Ada berbagai pola hidup yang harus diatur agar
badan tetap bugar.
Lebih mendekatkan diri pada Allah
Ada perasaan sunyi yang menyelinap saat orang-orang berbondong-bondong
tarawih lalu melantunkan ayat-ayat suci
al-Qur’an saat tadarus di masjid dan mushola Baitussalam Blater, sementara penulis tengah berjuang melawan
nyerinya rasa sakit. Beberapa kali penulis
mencoba tetap berangkat tarawih, namun
setelah itu angin malam menghempaskan badan ini hingga kembali terkulai lemah.
Dan kamarlah yang kembali menjadi tempat akrab penulis saat mengisi hari-hari
menunggu buka puasa tiba. Namun ada sesuatu kepasrahan yang tak terhingga yang
penulis rasakan saat rasa sakit masih terus tinggal di badan penulis. Yaitu
saat penulis dengan badan yang lemas tertatih-tatih mengambil air wudhu,
membasuhnya hingga hawa dingin menyergap seluruh syaraf dan pori-pori. Kemudian
dengan pelan penulis melaksanakan shalat dengan gerakan-gerakan yang amat pelan
karena tubuh penulis amat lemah.
Tapi entah mengapa dalam gerakan sholat yang amat pelan itu penulis
dapat merasakan kenikmatan dan kekhusyukan dari setiap pergantian gerakan itu.
Dan saat yang paling menentramkan adalah ketika sujud. Dalam sujud itu penulis
tumpahkan segala nyeri yang terasa, ada kepasrahan yang begitu dalam yang
penulis panjatkan. Jika Allah menghendaki sakit ini sebagai sarana penggugur
dosa penulis yang bagai buih di lautan, maka penulis memohon agar penulis
diberi kekuatan melewati ujian nyerinya rasa sakit. Dan jika sakit ini sudah
melewati waktu yang Allah tetapkan maka segera sembuhkan dan angkat rasa sakit
ini. Saat itu hamba menyadari bahwa ketika kita sakit kita baru sadar jika kita
sangat bergantung kepada Allah sang pemilik nyawa. Segala kesombongan dan
kebanggaan yang sering tak disadari seketika
runtuh berkeping-keping.
Kesembuhan itu datangnya hanya dari Allah
Sebagaimana Allah meletakkan ujian rasa sakit, pasti Dia
menyediakan obatnya jua. Segala upaya pasti dikerahkan demi mendapat kesembuhan
yang diidamkan. Dari mulai membeli obat di apotek, periksa ke puskesmas,
periksa ke bidan, sampai membeli obat di warung. Begitu juga yang penulis
lakukan. Berbagai obat telah penulis minum. Berbagai efek dari obat itu juga
telah penulis rasakan. Mulai dari mual-mual, pusing dan sakit kepala, mules-mules,
sampai muntah-muntah. Saat rasa sakit itu menyerang, penulis langsung mengerang
dan meronta. Kemudian ibu penulis selalu
mengingatkan untuk bersabar dan beristighfar. Saat itulah penulis menyadari
bahwa kesabaran penulis masih sangat tipis. Seharusnya penulis tidak merengek
terus-menerus. Seharusnya saat segala macam obat telah penulis minum dan belum
menunjukkan tanda-tanda sembuh, penulis harus sadar bahwa kesembuhan itu
datangnya dari Allah. Dan sudah seharusnya kita terus memohon agar Allah menurunkan
kesembuhan itu pada sakit yang Dia titipkan pada diri kita. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam
Qur’an surat as-Syu’ara ayat 80, yang artinya:
“Kesembuhan hanya dari Allah.”(QS. As-Syu’ara:
80).
Berikhtiar dengan berobat
Semua ketetapan ada di tangan Allah, kewajiban kita
sebagai manusia hanyalah berikhtiar. Alhamdulillah setelah rasa sakit yang
menemani penulis sampai hari puasa yang ke 8, dengan karunia-Nya akhirnya rasa
sakit itu berangsur-angsur hilang. Setelah meminum berbagai macam obat yang
tentu pahit, rasa sakit di kepala dan nyeri di pencernaan penulis akhirnya
reda. Kekuatan jasmani penulis kini pelan-pelan membaik dan kembali pulih. Tak
terbayangkan bagaimana beratnya menjalani hari-hari puasa dengan rasa sakit
yang menyerang. Tapi kini semua itu telah terlewati. Dari rasa sakit kita jadi
tahu betapa berharganya anugerah rasa sehat yang Allah berikan kepada
kita.
Hikmah setelah sakit
Nikmat sehat yang Allah berikan pada kita hanya titipan, dan
sewaktu-waktu Allah bisa mengambilnya dan mengganti dengan rasa sakit. Namun
kita telah diberi akal pikiran sehingga kita bisa berikhtiar untuk menjaga agar
badan kita tetap sehat. Semua itu
sebenarnya ada pada kebiasaan-kebiasaan dan pola hidup kita sehari-hari. Kebiasaan-kebiasaan
sehat yang dapat kita lakukan ialah:
1. Lebih menjaga makanan dan minuman
Jika sebelumnya kita sembarangan
dalam mengkonsumsi makanan dan minuman, sekarang harus benar-benar diperhatikan
mana yang benar-benar bermanfaat bagi tubuh kita. Alangkah baiknya jika kita
mengkonsumsi makanan olahan sendiri di rumah. Dan jika memang harus membeli
makanan di luar maka kita harus pandai-pandai memilah-milah mana yang sehat dan
yang kurang sehat. Sebab tidak ada yang
dapat menjamin kebersihan dan kesehatan makanan tersebut.
Diantara
makanan dan sekaligus obat yang dapat menjaga kebugaran adalah buah-buahan dan
madu. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat
69, yang artinya: “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu
keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya. Di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS.
an-Nahl: 69).
2. Mengurangi aktifitas yang melelahkan
Aktifitas yang melelahkan dan
dilakukan secara intens biasanya akan membuat tubuh drop. Seperti bepergian
dengan mengendarai sepeda motor dengan jarak jauh. Jika memang jaraknya jauh
sebaiknya mengenakan pelindung seperti jaket tebal dan kaos kaki. Penulis telah merasakan sendiri akibat dari malas
memakai jaket. Dari dulu penulis memang tidak pernah memakai jaket. Dulu memang
belum terasa efeknya. Tapi sekarang kalau tidak memakai jaket seperti ada angin
dahsyat yang menyergap ke badan penulis. Alhasil penulis pun drop dan badan
menjadi meriang. Sekarang penulis tahu bahwa memakai jaket merupakan pilihan
bijak bahkan wajib saat berkendara.
3. Lebih sabar dalam memandang masalah
Saat badan kita sehat sepertinya kita
leluasa memikirkan banyak hal. Berbagai masalah kita pikirkan dalam-dalam,
sampai tidak terasa tiba-tiba badan kita sudah drop dan jatuh sakit. Saat sudah
droplah kita baru mulai sadar untuk mengistirahatkan pikiran kita dari memikirkan
masalah-masalah dalam hidup. Dan saat drop hanya satu yang kita inginkan, yaitu
kesembuhan. Dengan demikian ini adalah pelajaran bagi kita agar saat sehat kita
tidak memforsir tenaga dan pikiran untuk memikirkan hal-hal yang teramat pelik.
Kita harus lebih rileks dan sabar dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam
hidup.
4. Lebih mensyukuri nikmat sehat yang biasanya terlupa
Saat badan kita sehat kita biasanya sering
lupa untuk mensyukuri karunia sehat. Malah kita mengada-adakan masalah yang sebenarnya
tidak ada alias dibuat-buat sendiri. Giliran saat sakit menghampiri barulah terasa betapa indahnya masa-masa saat
sehat. Saat sakit itulah biasanya kita ingin melakukan hal-hal yang kita
tunda-tunda saat kita masih sehat. Oleh sebab itu sudah seharusnya kita
mensyukuri nikmat sehat yang tak ternilai harganya yang Allah berikan pada
kita. Dan menggunakan waktu sehat untuk berkarya dan berlomba-lomba dalam
kebaikan.
Semoga di bulan suci Ramadhan ini kita lebih belajar
untuk ikhlas baik ketika sehat maupun sakit. Ada pelajaran yang bisa kita petik
saat sehat. Begitu juga ada juga pelajaran yang bisa kita petik saat sakit.
Apapun keadaan kita baik sehat maupun sakit, yang terpenting kita terus
berlomba-lomba mengumpulkan amal kebajikan di bulan suci ini. Tak akan ada yang
sia-sia dari semua amal baik yang kita kerjakan. Suatu saat kita akan mendapat
ganjarannya di sisi Allah SWT. Dan jika khilaf dan dosa masih terus menerpa
diri maka segera memohon ampunlah, karena di bulan suci ini Allah membukakan
pintu maghfirah-Nya seluas-luasnya.